Hetifah Dorong Keberpihakan pada PTS dan Perbaikan Tata Kelola Pendidikan Tinggi Nasional
Jakarta, MI - Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menyampaikan catatan akhir tahun di bidang pendidikan tinggi sebagai refleksi atas berbagai tantangan struktural yang masih dihadapi.
Selain itu, ia juga menyampaikan harapan agar tahun mendatang menjadi momentum perbaikan tata kelola pendidikan tinggi nasional yang lebih adil, berkualitas, dan berorientasi pada keunggulan.
Catatan tersebut disampaikannya secara daring pada acara diskusi publik dengan tema *"Evaluasi & Outlook Pendidikan Tinggi & Riset Menuju Kampus Global”* bersama *Universitas Paramadina Jakarta.
Hetifah menyoroti fenomena paradoks yang terjadi di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menurutnya, banyak PTN saat ini terjebak pada logika kuantitas alih-alih penguatan kualitas dan keunggulan akademik. Pertumbuhan jumlah mahasiswa, program studi, dan penerimaan yang masif tidak selalu diiringi peningkatan mutu pendidikan dan riset.
Dalam dua dekade terakhir, sejumlah PTN berlomba meningkatkan jumlah mahasiswa hingga puluhan ribu per tahun. Namun, hal ini kerap berdampak pada penurunan mutu, tertinggalnya riset dan inovasi, memburuknya rasio dosen–mahasiswa, membengkaknya ukuran kelas, serta menurunnya kualitas proses pembelajaran. Kondisi tersebut tidak hanya melemahkan tradisi akademik dan daya saing bangsa, tetapi juga berdampak pada ekosistem pendidikan tinggi secara keseluruhan.
“Perguruan tinggi negeri kita semakin besar secara ukuran, tetapi belum sepenuhnya diikuti oleh peningkatan kualitas. Ada kecenderungan universitas bergeser menjadi pendidikan massal, mencetak gelar sebanyak-banyaknya, namun belum optimal menjadi pusat keunggulan intelektual dan pengembangan ilmu pengetahuan,” ujar Hetifah dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (17/12).
Ia menambahkan, kondisi tersebut turut menciptakan persaingan yang kurang sehat dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), terutama karena PTN, khususnya PTN Badan Hukum (PTN-BH), memiliki keleluasaan dan dukungan anggaran yang lebih besar. Padahal, PTS selama ini berkontribusi signifikan dalam memperluas akses pendidikan tinggi, khususnya di daerah, meskipun tanpa dukungan APBN yang memadai.
Sebagai bentuk keberpihakan, Komisi X DPR RI secara konsisten mendorong kebijakan afirmatif bagi PTS. Hetifah menegaskan bahwa PTS merupakan bagian tak terpisahkan dari ekosistem pendidikan tinggi nasional, namun masih menghadapi ketimpangan serius dalam aspek pendanaan, kebijakan, dan keberlanjutan institusi.
Salah satu inisiatif yang terus diperjuangkan adalah pemberian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPT) bagi PTS, yang selama ini hanya dinikmati PTN melalui BOPTN. Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban operasional kampus swasta serta biaya pendidikan mahasiswa, dengan prinsip keadilan yang setara seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
“BOPT untuk semua PT merupakan ikhtiar untuk memastikan PTS juga mendapatkan jaminan negara, sehingga akses dan keberlanjutan pendidikan tinggi tetap terjaga,” jelasnya.
Keberpihakan Komisi X DPR RI juga diarahkan kepada para pendidik, khususnya dosen non-ASN yang mayoritas mengabdi di PTS. Komisi X secara aktif mendorong peningkatan kesejahteraan dosen non-ASN, termasuk penyesuaian tunjangan profesi agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu lebar dengan dosen ASN di PTN.
“Kualitas pendidikan tinggi sangat ditentukan oleh kesejahteraan dosennya. Ketimpangan perlakuan terhadap dosen PTS merupakan persoalan serius yang harus segera dikoreksi,” tegas Hetifah.
Dari sisi akses, Komisi X DPR RI juga terus memperjuangkan peningkatan kuota Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi mahasiswa PTS. Program ini dinilai penting untuk memastikan calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu tetap memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi tanpa diskriminasi berdasarkan status perguruan tinggi.
Semangat kesetaraan dan keadilan tersebut juga menjadi bagian dari pembahasan Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) melalui pendekatan kodifikasi undang-undang pendidikan, termasuk UU Pendidikan Tinggi. Komisi X DPR RI mendorong agar regulasi ke depan mampu mengurangi beban finansial mahasiswa dan kampus, serta menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang seimbang antara PTN dan PTS, baik dari sisi pendanaan, tata kelola, maupun peran strategis.
Menutup catatan akhir tahunnya, Hetifah menegaskan bahwa langkah-langkah Komisi X DPR RI merupakan wujud komitmen politik kebangsaan untuk membangun pendidikan tinggi yang adil, berkualitas, dan berkelanjutan.
“Tahun depan harus menjadi momentum perbaikan tata kelola pendidikan tinggi. Bukan sekadar mengejar angka dan kuantitas, tetapi mengembalikan kampus sebagai pusat keunggulan, keadilan, dan pencerahan bangsa,” pungkasnya.
Topik:
Ketua komisi X DPR Hetifah Sjaifudian Perguruan TinggiBerita Terkait
Kemdiktisaintek Siapkan Peta Jalan Kampus Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
5 jam yang lalu
Melalui Revisi UU Sisdiknas, Komisi X DPR Upayakan Dana Riset Kampus Tahun 2026 Bertambah
14 jam yang lalu
Hetifah: Jangan Sampai Anak-anak Sumatera Terdampak Bencana Kehilangan Hak Pendidikan
10 Desember 2025 10:26 WIB
Hetifah Desak Pemerintah Percepat Pemulihan Pendidikan di Wilayah Bencana Sumatera
8 Desember 2025 21:35 WIB