Pemborosan! BPK Temukan Kerugian Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia
Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan berbagai persoalan di PT Pupuk Indonesia (PI) terkait penyediaan pupuk, termasuk potensi kerugian dan pemborosan hingga mencapai Rp12,59 triliun.
Temuan itu tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025 yang dirilis BPK. Hasil pemeriksaan kinerja PT PI menunjukkan adanya 21 temuan yang terkait dengan pemborosan dan inefisiensi dalam pengadaan pupuk serta peningkatan daya saing perusahaan.
“Hasil pemeriksaan kinerja atas penyediaan pupuk dan peningkatan daya saing perusahaan mengungkapkan 21 temuan yang memuat 26 permasalahan ketidakhematan dan ketidakefektifan sebesar Rp12,59 triliun,” tulis BPK dalam IHPS I Tahun 2025, dikutip Selasa (9/12/2025).
BPK juga mencatat adanya kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan negara di PT Pupuk Indonesia.
“Selain itu, juga terdapat 1 permasalahan kerugian sebesar Rp72,20 miliar, 2 permasalahan potensi kerugian sebesar Rp238,67 miliar dan US$245,24 juta (sekitar Rp4 triliun dengan asumsi kurs Rp16.682/US$), dan 1 permasalahan kekurangan penerimaan sebesar Rp114,37 juta,” jelas BPK.
BPK menekankan, jika persoalan signifikan terkait kebijakan, tata kelola, dan strategi perusahaan tidak segera diperbaiki, hal ini berpotensi menurunkan kinerja PT PI dalam penyediaan pupuk serta upaya peningkatan daya saing perusahaan.
Salah satu masalah utama yang diungkap BPK adalah indikasi pemahalan harga sebesar Rp1,91 triliun atas pelaksanaan pengadaan bahan baku nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK) dan pengadaan batuan fosfat (phosphate rock) dan kalium klorida (KCL).
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan adanya ketidaksesuaian prosedur pengadaan bahan baku dengan pedoman umum pengadaan barang dan jasa perusahaan.
Lebih lanjut, terdapat ketidakpatuhan terhadap pedoman umum pengadaan barang dan jasa. Antara lain pengadaan tender terbatas tak diumumkan secara terbuka dan pelaksanaan pengadaan bahan baku yang tidak sepenuhnya menggunakan aplikasi pengadaan barang dan jasa secara daring (e-procurement).
“Hal tersebut mengakibatkan tidak diperolehnya harga bahan baku yang kompetitif, dan indikasi pemahalan harga phosphate rock dan KCL impor sebesar Rp1,91 triliun,” ujar BPK.
Masalah lainnya, kata BPK, mekanisme pelaksanaan penjualan urea dan amonia secara ekspor tak memenuhi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), transparan, dan akuntabel.
Adapun hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Pupuk Indonesia belum memiliki prosedur penetapan harga jual yang memadai, tak mempunyai sistem informasi untuk melakukan penjualan ekspor, dan metode penjualan lebih mengutamakan penjualan spot dibanding pelaksanaan tender (beauty contest) serta perumusan harga jual tidak sepenuhnya mengacu pada harga pasar internasional.
“Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya risiko terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kecurangan pada pelaksanaan pemasaran dan penjualan,” jelas BPK.
Selain itu, BPK menilai dari studi kelayakan (feasibility study/FS) investasi di proyek Kawasan Industri Pupuk (KIP) Fakfak, proyek PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), anak usaha PI tak mencakup pengujian kelayakan lahan.
Kondisi ini berisiko menimbulkan kelebihan anggaran minimal Rp2,96 triliun serta biaya hangus (sunk cost) sebesar Rp250,92 miliar atas pengeluaran proyek.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perencanaan proyek KIP Fakfak tidak mempertimbangkan permasalahan pembebasan tanah dan mitigasinya serta kondisi tanah yang berongga-rongga, nilai internal rate of return (IRR/tingkat pengembalian investasi internal) proyek KIP Fakfak berpotensi di bawah nilai minimal kelayakan investasi nilai IRR menjadi 9,63% atau di bawah kelayakan IRR, dan adanya potensi sunk cost atas pengeluaran biaya pelaksanaan pekerjaan yang telah dikeluarkan apabila proyek dilanjutkan.” terang BPK.
“Hal tersebut mengakibatkan potensi kenaikan biaya investasi atas kondisi rongga minimal sebesar Rp2,96 triliun dan potensi pemborosan atas sunk cost realisasi biaya investasi pengembangan KIP Fakfak sebesar Rp250,92 miliar, serta pengembalian atas investasi proyek menjadi lebih lama daripada yang tertuang dalam feasibility study,” ujar BPK.
Topik:
pupuk-indonesia harga-pupuk badan-pemeriksa-keuangan