Tata Kelola Sawit Sumatra jadi Sorotan Bos Pajak
Jakarta, MI - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan ikut menyoroti bencana banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra. Otoritas pajak menilai, bencana tersebut berpotensi dipicu oleh persoalan tata kelola perizinan, khususnya pada sektor perkebunan kelapa sawit dari hulu hingga hilir.
Sorotan itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam diskusi publik bertajuk Menoropong Tax Gap & Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba yang digelar secara daring.
"Di hulu, untuk perusahaan-perusahaan ekstraktif, baik itu minerba [mineral dan batu bara] maupun kelapa sawit yang kemudian ada keterlanjuran mengambil kawasan hutan yang izinnya tidak sesuai," ujar Bimo dalam acara yang disiarkan lewat kanal resmi YouTube Pusdiklat Pajak, dikutip Senin (15/12/2025).
Bimo kemudian menyoroti kondisi Taman Nasional Tesso Nilo yang diperkirakan sekitar 80 persen areanya telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Padahal, kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang memiliki peran vital sebagai penyangga kehidupan masyarakat, terutama dalam pengelolaan tata air dan pencegahan banjir.
Tak hanya sektor perkebunan, Bimo juga menyinggung sejumlah izin yang terlanjur diberikan kepada perusahaan ekstraktif di sektor pertambangan. Ia menilai, dalam praktiknya masih ditemukan indikasi ketidakpatuhan terhadap ketentuan perizinan dan regulasi yang berlaku.
"Itu sangat menyedihkan sekali. makanya kita menuai badai, di Aceh, Sumut, Sumbar, like it or not itu. Namanya pohon ditebang ya nggak ada lagi penyangga air, hingga air bah turun," ucapnya.
Terkait bencana tersebut, ia kemudian menyinggung pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyoroti jika berbagai sumber daya alam (SDA) milik negara dikuasai negara untuk hajat hidup orang banyak.
Bimo menambahkan, saat ini dari sisi hulu maupun hilir, pemerintah lewat Presiden Prabowo Subianto juga menyinggung peran Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam menindak pelanggaran di sektor kehutanan dan pertambangan.
"Kita bisa melihat betapa ada sebuah paradoks, di aman kebijakan fiskal bisa menjadi penyeimbang supaya ketimpangan sosial dan penghasilan itu bisa terminimalisasi," jelasnya.
"Reform yang hari ini dikomitmenkan oleh pemerintah itu yang memakai pendekatan Pasal 33. Maka di sisi hulu sampai hilir ada satgas PKH."
Di sisi lain, dia juga menyoroti masih terdapat banyak perusahaan yang memanfaatkan hasil komoditas perusahaan ekstraktif tersebut yang bermain curang dalam penghindaran pajak.
Salah satu praktik yang disorot adalah penyelundupan dan skema underinvoicing. Praktik ini juga ditemukan dari ekspor limbah kelapa sawit bernama fatty acid methyl ester (FAME) belum lama ini.
"Di sisi hilir masih terdapat banyak sekali penyelundupan. Penyelundupan yang mungkin dilegalisasi karena sistem,” imbuhnya.
Kasus tersebut terungkap melalui operasi gabungan Kementerian Keuangan dan Kepolisian Republik Indonesia. Dalam operasi itu, aparat menyita 87 kontainer dengan total nilai transaksi yang ditaksir mencapai Rp2,08 triliun.
Topik:
pajak aturan-pajak kebun-sawit banjir-sumatera masalah-hulu-ke-hilirBerita Sebelumnya
Salah Sasaran, Subsidi LPG 3 Kg Rp33 T Dinikmati Non-Penerima
Berita Selanjutnya
Pemborosan! BPK Temukan Kerugian Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia
Berita Terkait
Kejar Setoran Pajak Minerba, Ditjen Pajak Gandeng BIN Amankan Penerimaan Negara
11 jam yang lalu
Dengan Izin Menkeu Purbaya, Penunggak Pajak Rp 21,15 M Disandera DJP
12 Desember 2025 10:59 WIB
Pemulihan Bencana Sumatera, AHY: Anggaran Awal Lebih dari Rp50 Triliun
9 Desember 2025 15:42 WIB