Bidik Tersangka Baru Korupsi Proyek Fiktif, KPK Didesak Geledah PT PP dan Vendor

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Desember 2025 1 jam yang lalu
Logo PT Pembangunan Perumahan (PTPP) (Foto: Dok MI/Ist/Net)
Logo PT Pembangunan Perumahan (PTPP) (Foto: Dok MI/Ist/Net)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menggeledah PT Pembangunan Perumahan (PTPP) dan perusahaan lainnya guna menemukan bukti-bukti baru hingga tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek fiktif di divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) pada tahun 2022-2023.

"Untuk menemukan bukti-bukti baru hingga siapa saja pihak yang diduga terlibat di kasus ini, saya kira KPK perlu juga tuh menggeledah PT PP hingga perusahaan lainnya sebagai vendor dalam proyek tersebut," kata Hudi kepada Monitorindonesia.com, Rabu (10/12/2025).

Di lain sisi, Hudi merasa heran dengan penyidikan kasus ini sudah 1 tahun, namun hanya 2 tersangka yang dijebloskan ke sel tahanan pada bulan lalu. Yakni Didik Mardiyanto selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT PP dan Herry Nurdy selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.

Padahal ada 9 proyek fiktif PT PP. Yakni: Pembangunan Pabrik Peleburan (Smelter) Nikel di Kolaka senilai Rp25,3 miliar; Pembangunan Mines of Bahodopi Block 2 & 3 di Morowali senilai Rp10,8 miliar; Sulut-1 Coal Fired Steam Power Plant di Manado senilai Rp4 miliar; PSPP Portsite di Timika, Papua senilai Rp1,6 miliar.

Lalu, Mobile Power Plant (MPP) Paket 7 di Nabire, Ternate, Bontang, dan Labuan Bajo senilai Rp607 juta; Mobile Power Plant (MPP) Paket 8 di Jayapura dan Kendari senilai Rp986 juta; PLTMG Bangkanai, Kalimantan Tengah senilai Rp2 miliar; Manyar Power Line di Gresik, Jawa Timur senilai Rp1 miliar; dan Proyek internal Divisi EPC senilai Rp504 juta.

"Hal ini tidak pantas jika hanya 2 tersangka, karena diduga yang terlibat cukup banyak dan cukup banyak juga yang menikmati karena itu tidak pantas hanya 2 tersangka. Karena saya yakin tersangka dapat lebih dari itu," jelas Hudi.

Hudi pun berharap agar tidak ada yang dikambinghitamkan di kasus ini. Hudi juga berharap kepada KPK agar tidak memandang bulu menyeret pelakunya. "Perlu pengembangan jangan pion dikorbankan," demikian Hudi.

Sebelumnya, KPK menahan dua orang tersangka kasus proyek fiktif PT Pembangunan Perumahan (PP), pada Selasa (25/11/2025). PT PP merupakan anak perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang konstruksi pembangunan perumahan.

Tersangka merupakan pejabat PT PP divisi Engineering, Procurement, and Construction PT Pembangunan Perumahan yang melakukan tindak korupsi proyek fiktif. Kerugian negara akibat korupsi tersebut mencapai Rp46,8 miliar.

Adalah pimpinan Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PTPP Didik Mardiyanto (DM) serta Senior Manager sekaligus Kepala Departemen Finance and Human Capital Herry Nurdy Nasution (HNN).

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan bahwa para tersangka mulai menjalani masa penahanan selama 20 hari pertama, terhitung 25 November hingga 14 Desember 2025. Ia juga menjelaskan bahwa para tersangka ditempatkan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK selama proses tersebut berlangsung.

“Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai dengan 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (25/11/2025).

KPK menahan tersangka setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan alat bukti yang ada.

Asep menjelaskan bahwa para pelaku mengatur penggunaan vendor PT Adipati Wijaya dengan memakai identitas dua office boy, yakni Eris Pristiawan dan Fachrul Rozi. Ia juga menyatakan bahwa mereka membuat purchase order, tagihan palsu, serta dokumen pembayaran yang divalidasi secara fiktif.

“Terjadi pengaturan penggunaan vendor atas nama PT Adipati Wijaya dengan menggunakan nama EP (Eris Pristiawan) dan FH (Fachrul Rozi) selaku office boy. Dibuatkan dokumen purchase order beserta tagihan fiktif dan validasi dokumen pembayaran,” jelasnya.

Didik Mardiyanto dan Herry Nurdy Nasution terjerat hukum berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor melalui revisi UU 20/2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP. KPK menerapkan pasal-pasal tersebut karena menilai keduanya berperan dalam rangkaian tindakan yang menimbulkan kerugian negara.

Asep menjelaskan bahwa tindakan para pelaku menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp46,8 miliar. Ia menyebut bahwa kerugian itu muncul karena perusahaan mengeluarkan dana untuk membayar vendor fiktif yang sama sekali tidak memberikan manfaat.

“Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya senilai kurang lebih Rp46,8 miliar, akibat adanya pengeluaran dari kas perusahaan untuk pembayaraan vendor fiktif yang tidak menghasilkan manfaat apapun bagi perusahaan,” tandasnya.

Topik:

KPK Korupsi PT PP PT Pembangunan Perumahan Proyek Fiktif PT PP PT PP