Jaksa KPK Dakwa 8 Mantan Pejabat Kemnaker Peras Izin TKA Hingga Rp135,29 Miliar

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 13 Desember 2025 11 jam yang lalu
Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat (Foto: Istimewa)
Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa delapan mantan pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) atas dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Praktik pemerasan tersebut berlangsung dalam kurun waktu 2017 hingga 2025 dengan total uang yang terkumpul mencapai Rp135,29 miliar.

“Para terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan dalam pengesahan RPTKA dengan memaksa pemberi kerja atau agen pengurusan izin,” ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2025).

Kedelapan terdakwa dalam perkara ini adalah:

  1. Suhartono selaku Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker (2020–2023). 
  2. Haryanto selaku Direktur PPTKA (2019–2024) dan Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025). 
  3. Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA (2017–2019). 
  4. Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA (2024–2025). 
  5. Gatot Widiartono selaku Koordinator Analisis PPTKA (2021–2025). 
  6. Putri Citra Wahyoe selaku Petugas Hotline dan Verifikator RPTKA (2019–2025). 
  7. Jamal Shodiqin selaku Analis TU dan Pengantar Kerja Direktorat PPTKA (2019–2025). 
  8. Alfa Eshad selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker (2018–2025). 

Jaksa KPK juga membeberkan rincian uang hasil pemerasan yang diterima masing-masing terdakwa:

  • Suhartono: Rp460 juta. 
  • Haryanto: Rp84,7 miliar dan 1 unit mobil Toyota Innova Reborn. 
  • Wisnu Pramono: Rp25,1 miliar dan 1 unit motor Vespa Primavera. 
  • Devi Angraeni: Rp3,25 miliar. 
  • Gatot Widiartono: Rp9,47 miliar. 
  • Putri Citra Wahyoe: Rp6,39 miliar. 
  • Alfa Eshad: Rp5,23 miliar. 
  • Jamal Shodiqin: Rp551,1 juta. 

Jaksa mengatakan bahwa uang tersebut berasal dari agen tenaga kerja asing dan perusahaan pemberi kerja, baik secara perorangan maupun korporasi.

Jaksa mengungkapkan, meski pengajuan RPTKA dilakukan secara online, para terdakwa diduga dengan sengaja tidak memproses permohonan pengajuan pengurusan izin RPTKA yang diajuka para pemohon. Hal ini bertujuan agar para pemohon datang langsung ke kantor Kemnaker.

Para terdakwa diduga mematok tarif di luar biaya resmi pengurusan izin RPTKA dari para pemohon sebesar Rp300 ribu hingga Rp800 ribu per tenaga kerja asing. Jika tarif di luar biaya resmi tersebut tidak dapat dipenuhi oleh para pemohon, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses.

Jaksa mengatakan bahwa dalam kurun waktu delapan tahun, uang yang terkumpul dari praktik pemerasan pengurusan izin RPTKA di Kemnaker tersebut mencapai angka Rp 135,29 miliar. 

“Seluruh uang yang terkumpul dari pengusaha dan agen pengurusan RPTKA mencapai Rp135,29 miliar,” ujar Jaksa.

Topik:

KPK Kemnaker Izin RPTKA Kemnaker Pemerasan Izin TKA