Bank Penyalur Kredit Akuisisi Jembatan Nusantara Masuk Radar KPK
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK) memperluas bidikan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Kali ini, lembaga antirasuah secara terbuka mengarah ke peran bank pelat merah yang mengucurkan kredit jumbo untuk membiayai transaksi yang sejak awal dinilai sarat kejanggalan.
KPK menaruh kecurigaan serius terhadap proses persetujuan kredit tersebut, terutama terkait dugaan pelanggaran prinsip kehati-hatian (prudential banking). Pinjaman ratusan miliar rupiah itu dinilai diberikan tanpa uji kelayakan yang memadai terhadap objek akuisisi.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pendalaman terhadap pihak perbankan telah menjadi materi krusial dalam penyidikan. KPK mempertanyakan dasar pertimbangan bank BUMN menyetujui pembiayaan akuisisi perusahaan yang secara fundamental dianggap bermasalah.
“Ini masuk ke dalam materi pemeriksaan atau penanganan perkara kita. Kenapa didalami? Karena dari pihak perbankan tentunya harus prudent ketika mau membiayai sebuah proyek,” kata Asep, Selasa (16/12/2025).
Sorotan KPK bukan tanpa dasar. Soalnya, PT Jembatan Nusantara diketahui memiliki aset utama berupa kapal-kapal tua, dengan kondisi teknis dan nilai ekonomi yang patut dipertanyakan, serta dibebani utang besar. Setelah akuisisi, seluruh risiko tersebut beralih menjadi beban negara melalui ASDP.
Asep menegaskan, bank seharusnya melakukan due diligence menyeluruh, termasuk pengecekan fisik dan administrasi terhadap 54 unit kapal yang dijadikan aset dan potensi agunan. Dalam praktik perbankan, aset tersebut akan menjadi kolateral apabila terjadi gagal bayar.
“Itu yang menjadi penguat nanti, apakah benar-benar dilakukan pengecekan terhadap objek-objek yang ada di sana. Karena mereka kan mau mengeluarkan uang,” ungkap Asep.
Indikasi keterlibatan dana perbankan ini sebelumnya terungkap di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta. Mantan Vice President Akuntansi PT ASDP Indonesia Ferry, Evi Dwi Yanti, mengungkap adanya aliran dana pinjaman senilai Rp600 miliar yang masuk ke rekening ASDP pada 23 Agustus 2022.
Menurut Evi, dana tersebut bukan berasal dari kas internal ASDP, melainkan pembiayaan bank BUMN yang langsung digunakan untuk membayar akuisisi tahap pertama PT Jembatan Nusantara.
“Iya, betul,” kata Evi saat dikonfirmasi mengenai penggunaan dana Rp540 miliar dan Rp60 miliar untuk pembayaran akuisisi.
Meski tiga mantan petinggi ASDP—Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Muhammad Yusuf Hadi—telah dibebaskan dari Rutan KPK usai memperoleh rehabilitasi, KPK menegaskan perkara ini jauh dari kata selesai.
Penyidik masih memburu pertanggungjawaban hukum Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pendalaman terhadap aliran kredit perbankan kini dipandang sebagai kunci untuk membuka dugaan kerugian negara dan potensi kolusi antara korporasi, perbankan, dan pejabat BUMN dalam skandal akuisisi ini.
Jika terbukti ada kelalaian atau rekayasa dalam pemberian kredit, kasus ini berpotensi menyeret aktor baru dari sektor perbankan negara ke meja hijau.
Topik:
Korupsi KPK ASDP PT Jembatan Nusantara Bank BUMN Kredit Perbankan Akuisisi Bermasalah Kerugian Negara BUMN Tipikor