Maraknya Sengketa Medis Prof. Faisal Santiago Prakarsai Lahirnya LSP Hukum Kesehatan Indonesia

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Desember 2025 13 jam yang lalu
Maraknya Sengketa Medis Prof. Faisal Santiago Prakarsai Lahirnya LSP Hukum Kesehatan Indonesia
Maraknya Sengketa Medis Prof. Faisal Santiago Prakarsai Lahirnya LSP Hukum Kesehatan Indonesia

Bekasi, MI - Maraknya fenomena sengketa di bidang kesehatan yang melibatkan malpraktik dokter, manajemen rumah sakit dan perlindungan hak-hak pasien, Direktur Pasca Universitas Borobudur Prof. Dr. Faisal Santiago meluncurkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang hukum kesehatan Indonesia.

“Saya mau meluncurkan LSP ini kan karena ini baru pertama di Indonesia, kalau sudah banyak biarlah orang lain mengembangkan. Tetapi karena maraknya kasus sengketa bidang kesehatan saya dan kawan-kawan semangat untuk meluncurkannya,” katanya serapa menambahkan, LSP ini akan mengurangi beban pengadilan yang kasusnya menumpuk.

Peluncuran LSP Hukum Kesehatan itu, dihadiri oleh Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan Menteri Kesehatan yang diwakili oleh Dirjen Kementerian Kesehatan dr. Yuli Ferianti dan sejumlah praktisi hukum bidang kesehatan.

“Saat ini tampak kian marak orang saling mengadukan masalah kesehatan ke Polisi dan gugatan pengadilan. Pasal 310 UU No 17 Tahun 2023, sudah menegaskan, sebelum dibawa ke pengadilan diwajibkan kasus itu diselesaikan lewat mediasi atau penyelesaian diluar pengadilan,” katanya dikutip pada Rabu (17/12/2025)

Ini yang wajib diketahu semua pihak, ia menegaskan.

Peluncuran LSP Itu juga dilanjutkan seminar nasional bertema “Penerapan Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis yang Berkeadilan, dengan pimbicara Dr. Ahmad Redi Dosen Universita Borbudur dan Hakim Agung Kamar Perdata Ennid Hasanudin. Seminar itu dilaksanakan pada Selasa Siang di The Bridge Function Rooms Jakarta Selatan, (16/12/25).

Menurut Prof. Faisal, sebagai salah satu pemerakarsa, pendirian LSP ini dilatarbelakangi oleh tuntutan Undang-Undang Kesehatan Tahun 2023, khususnya Pasal 310, yang mengamanatkan, sengketa yang berhubungan dengan medis sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur mediasi.

“Kita ketahui bahwa di Indonesia saat ini marak terjadi fenomena mengenai kesehatan. Oleh karena itu, kita menyikapi Pasal 310 dalam Undang-Undang Kesehatan dengan meluncurkan LSP Hukum Kesehatan”. 

Ia menambahkan, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari UU 2023 semakin memperkuat keharusan penyelesaian sengketa melalui mediasi.

Hal ini bertujuan untuk menghindari kecenderungan pihak-pihak yang bermasalah untuk langsung saling lapor ke polisi atau saling gugat ke pengadilan.
 
“Lahirnya mediator kesehatan ini berarti pengacara juga tidak perlu mengambil sikap negatif. Mereka justru para advokat itu kalau perlu ikut gabung kepada mediasi ini supaya memiliki sertifikasi,” tegasnya.

Kehadiran LSP Hukum Kesehatan Indonesia bertujuan utama untuk menyiapkan tenaga-tenaga mediator kesehatan yang tersertifikasi yang kelak akan berperan menyelesaikan berbagai sengketa di bidang kesehatan.

Prof. Faisal mengajak para advokat yang sudah bersertifikat untuk bergabung dengan LSP ini demi mendapatkan sertifikasi sebagai mediator kesehatan. 

“Yang ditekankan adalah orang-orang yang bisa memediasi itu adalah orang-orang yang sudah lulus mediator kesehatan. Inilah kenapa LSP Hukum Kesehatan Indonesia hadir pada kesempatan hari ini,” paparnya.

Faisal menampik anggapan bahwa hadirnya mediasi ini hanya menguntungkan pihak rumah sakit. Ia menegaskan bahwa sistem mediasi menguntungkan semua pihak, termasuk pasien dan tenaga medis.

“Saya pikir ini bukan menguntungkan pemilik rumah sakit, tapi menguntungkan semua pihak. Karena kalau sebentar-sebentar nanti ke kepolisian atau ke pengadilan, tentu bisa menimbul waktu, tenaga, mungkin tidak sedikit dengan biaya. Tentu rumah sakit sangat diuntungkan dengan adanya mediasi tersebut,” ujarnya.

Prof. Faisal juga menekankan pentingnya peran Menteri Kesehatan untuk segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) atau Surat Keputusan (SK) agar rumah sakit mematuhi kewajiban menyelesaikan sengketa medis melalui mediasi di tahap awal.

Pada penutup acara, Prof. Faisal menyatakan, “LSP Hukum Kesehatan Indonesia ini akan memberikan edukasi kepada masyarakat yang nanti akan mengambil sertifikat mediator kesehatan, sehingga bisa membantu pemerintah apabila ada sengketa medis, ia bisa menyelesaikan di tahap awal, yaitu melakukan mediasi.”

Peluncuran LSP ini diharapkan menjadi solusi proaktif dalam menciptakan ekosistem penyelesaian sengketa medis yang lebih cepat, efisien, dan berkeadilan di Indonesia.

Dalam acara tersebut juga dilakukan penyerahan sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) kepada 9 orang yang telah dinyatakan kompeten pada bidang hukum kesehatan dengan Kualifikasi/Kompetensi MEDIATOR SEKTOR KESEHATAN yang diserahkan oleh Dirjen SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Yuli Farianti, M.Epid. Adapun ke sembilan penerima sertifikat kompetensi tersebut yaitu: Prof Dr. H. Faisal Santiago, SH., MM; Dr. H. Ahmad Redi, SH., MH., M.Si; Andriansyah Tiawarman K, SH., MH; Rian Achmad Perdana, SH., MH; Dhea Yulia Maharani, SH., MH; Dr. H. KMS Herman, SH., MH., M.Si; Ojak Situmeang, SH., MH; Lingga Nugraha, SH., MH; Dr. Ir. E. Enny Kristiani, MSc yang siap membantu masyarakat, tenaga medis, tenaga kesehatan untuk membantu mediasi para pihak apabila terjadi dugaan sengketa medis/kesehatan.

Topik:

Sengeketa Media