Kejar Setoran Pajak Minerba, Ditjen Pajak Gandeng BIN Amankan Penerimaan Negara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Desember 2025 2 jam yang lalu
Ilustrasi Pertambangn (Foto: Ist)
Ilustrasi Pertambangn (Foto: Ist)

Jakarta, MI – Direktorat Jenderal Pajak (Direktorat Jenderal Pajak) Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan) menggandeng Badan Intelijen Negara (Badan Intelijen Negara/BIN) untuk mengamankan optimalisasi penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara (minerba).

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, koordinasi intensif dengan BIN difokuskan pada pengamanan potensi nilai tambah sektor minerba yang dinilai masih jauh dari optimal. Padahal, kontribusi sektor ini telah mencapai Rp2.026 triliun atau sekitar 9,2% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Deputi Ekonomi BIN, kami sedang berdiskusi bagaimana mengamankan lebih banyak value added dari sektor ini,” ujar Bimo dalam diskusi publik Meneropong Tax Gap & Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba, Senin (15/12/2025).

Menurut Bimo, aktivitas pertambangan tidak hanya menghasilkan penerimaan langsung, tetapi juga menciptakan efek pengganda bagi sektor lain, seperti logistik, jasa keuangan, hingga industri pengolahan. Salah satu komoditas yang kini menjadi sorotan utama adalah nikel.

Indonesia diketahui memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Komoditas ini dinilai memiliki multiplier effect paling besar dibanding subsektor minerba lainnya, terutama melalui hilirisasi dan pengembangan industri berbasis mineral.

Bimo menegaskan, pengelolaan kekayaan alam seharusnya sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menempatkan negara sebagai aktor utama untuk memastikan sumber daya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Namun demikian, ia mengakui masih terdapat persoalan struktural, khususnya terkait biaya produksi dan pengolahan yang kerap terbentur birokrasi perizinan berbiaya tinggi.

“Ekonomi biaya tinggi dan perizinan berbelit masih menjadi masalah. Sudah ada DPMPTSP, tapi pelaku usaha tetap harus ‘mengetuk jendela-jendela lain’ di tingkat daerah hingga kementerian,” kata Bimo, merujuk pada DPMPTSP.

Ia secara terbuka menyebut praktik perizinan tersebut berpotensi menimbulkan biaya informal yang justru menggerus nilai tambah dan penerimaan negara.

Sejalan dengan upaya penguatan fiskal, pemerintah juga tengah merancang kebijakan tarif tambahan bagi komoditas minerba, khususnya batu bara, melalui pengenaan bea keluar. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tarif yang disiapkan berkisar antara 1% hingga 5%.

Menurut Purbaya, kebijakan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan bertujuan mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus melindungi kepentingan industri dalam negeri.

“Bea keluar bertujuan menjaga ketersediaan pasokan domestik dan menstabilkan harga komoditas. Penerimaannya sangat dipengaruhi oleh volume produksi dan harga komoditas,” jelasnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR.

Dengan sinergi lintas lembaga, termasuk pelibatan BIN, pemerintah berharap kebocoran penerimaan di sektor minerba dapat ditekan, sekaligus memastikan hilirisasi mineral benar-benar memberikan manfaat ekonomi maksimal bagi negara dan masyarakat.

Topik:

Pajak Minerba Nikel Batu Bara BIN Kementerian Keuangan Fiskal Pertambangan