Mahasiswa Uji Pasal Larangan Rangkap Jabatan Menteri ke MK, Minta Pengecualian untuk Bapanas
Jakarta, MI – Mahasiswa Arkaan Wahyu Rea mengajukan uji materi Pasal 23 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 61 Tahun 2024 (UU Kementerian Negara) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon menilai bahwa aturan larangan rangkap jabatan menteri dapat menghambat efektivitas kebijakan pangan nasional, khususnya terkait kewenangan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Arkaan yang bercita-cita bekerja di Bapanas mengaku hak konstitusionalnya dirugikan akibat berlakunya larangan tersebut.
“Pemohon berkeinginan untuk bekerja di Badan Pangan Nasional,” ujar Arkaan dalam sidang perdana Permohonan Nomor 236/PUU-XXIII/2025 yang digelar secara daring, Selasa (9/12/2025).
Minta Pengecualian bagi Menteri yang Ditugaskan Presiden
Menurut Arkaan, larangan rangkap jabatan bersifat terlalu absolut dan membatasi hak prerogatif presiden dalam menunjuk pejabat paling kompeten untuk menangani kebijakan pangan dari hulu hingga hilir.
Ia mencontohkan kondisi saat ini, di mana Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dianggap mampu mengendalikan kebijakan produksi hingga stabilisasi harga pangan jika diberikan kewenangan merangkap di Bapanas.
Arkaan menilai, pengecualian rangkap jabatan pada Bapanas tidak menimbulkan konflik kepentingan karena dilakukan sebagai penugasan publik, bukan kepentingan pribadi.
Dalam petitumnya, Arkaan meminta MK menyatakan Pasal 23 huruf a tidak berlaku bagi menteri atau wakil menteri yang ditugaskan Presiden untuk merangkap jabatan di Bapanas.
Adapaun, bunyi Pasal 23 huruf a UU Kementerian Negara menyatakan, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Hakim: Kerugian Konstitusional Belum Terbukti
Majelis Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra menilai permohonan Arkaan belum menguraikan kerugian konstitusional secara jelas, termasuk bagian norma yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan bahwa pemohon hanya mencantumkan pasal-pasal tanpa menjelaskan pertentangan normatifnya.
“Saudara belum sama sekali mempertentangkan frasa mana yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Ridwan.
Pemohon diminta memperbaiki permohonannya sesuai Peraturan MK Nomor 7 Tahun 2025 dan juga memperhatikan aspek ne bis in idem atas permohonan serupa. Perbaikan permohonan harus diserahkan paling lambat pada 22 Desember 2025 pukul 12.00 WIB.
Topik:
Mahkamah Konstitusi UU Kementerian NegaraBerita Terkait
Dasco soal Gugatan Penghapusan Uang Pensiun DPR ke MK: Apa Pun yang Diputuskan, Kita Akan Ikut
1 Oktober 2025 19:23 WIB
Arsul Sani Serukan Keadilan Iklim dalam Forum J20 Summit 2025 di Johannesburg
5 September 2025 19:50 WIB