Mahfud MD: Perpol Kapolri soal Polisi Aktif di 17 Kementerian Bertentangan dengan Putusan MK

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 13 Desember 2025 3 jam yang lalu
Mahfud MD (Foto: Istimewa)
Mahfud MD (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Di tengah upaya membatasi anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo justru menerbitkan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Aturan anyar ini membuka peluang bagi personel Polri aktif untuk menempati jabatan di 17 kementerian dan lembaga sipil.

Kebijakan tersebut langsung menuai sorotan. Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, angkat bicara menanggapi Perpol yang baru diteken Kapolri tersebut.

Mahfud menilai regulasi itu berpotensi menimbulkan polemik, mengingat sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 telah menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak bisa menduduki jabatan sipil kecuali mengundurkan diri atau pensiun.

Putusan MK tersebut bermula dari digugatnya Pasal dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Namun, tak lama setelah putusan MK dibacakan, Kapolri menerbitkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 yang substansinya dinilai berseberangan dengan putusan MK, karena mengatur bahwa anggota Polri aktif dapat menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga sipil.

Menanggapi hal tersebut, Mahfud MD mengaku menerima banyak pertanyaan dari publik. Ia pun memberikan penjelasan dalam kapasitasnya sebagai guru besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).

"Banyak pertanyaan yang masuk kepada saya terkait dengan keluarnya peraturan Kapolri nomor 10 tahun 2025 yang memungkinkan 17 jabatan sipil diduduki oleh anggota Polri," ujar Mahfud di channel YouTube Mahfud MD Official, Jumat (12/12/2025) malam.

"Saya menjawab ini tidak sebagai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri. Tetapi sebagai seorang yang menjadi peminat dan pembelajar ilmu hukum," sambungnya. 

"Perkap tersebut, perkap nomor 10 tahun 2025 itu, bertentangan dengan dua Undang-undang." 

Yaitu menurut Mahfud, pertama bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. 

"Di mana di dalam pasal 28 ayat 3 disebutkan bahwa, anggota Polri yang mau masuk ke jabatan sipil itu, hanya boleh apabila minta berhenti atau pensiun dari dinas Polri," jelas Mahfud.

Putusan MK

Mahfud menegaskan bahwa pembatasan tersebut telah dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025.

"Perkap tersebut juga bertentangan dengan Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang ASN. Terutama pasal 19 ayat 3 yang menyebut bahwa jabatan-jabatan sipil di tingkat pusat boleh diduduki oleh anggota TNI dan anggota Polri  sesuai dengan yang diatur di dalam Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Polri," jelas Mahfud.

Menurut Mahfud, Undang-Undang TNI secara tegas telah mengatur 14 jabatan, bahkan jika diperluas menjadi 16 jabatan, yang dapat diduduki oleh prajurit TNI. 

"Tapi Undang-Undang Polri sama sekali tidak menyebut jabatan-jabatan yang bisa diduduki oleh Polri. Dengan demikian, ketentuan perkap itu kalau memang diperlukan itu harus dimasukkan di dalam undang-undang. Tidak bisa hanya dengan sebuah perkap jabatan sipil itu diatur," ungkapnya.

"Saudara juga gak benar loh kalau mengatakan, loh, Polri itu kan sudah sipil, masa tidak boleh masuk ke jabatan sipil. Ya memang begitu aturannya. Sipil tidak boleh masuk ke sipil juga kalau di ruang lingkup tugas dan profesinya," tambahnya.

Mahfud memberikan ilustrasi bahwa setiap profesi memiliki batas kewenangan yang tidak bisa saling dipertukarkan. Ia mencontohkan, seorang dokter tidak dapat menjalankan tugas sebagai jaksa, sebagaimana jaksa tidak bisa berperan sebagai dokter. 

"Jaksa bertindak sebagai dokter kan tidak bisa. Dosen bertindak sebagai notaris kan tidak boleh dan seterusnya, seterusnya. Jadi dari sipil ke sipil pun ada pembatasannya," ucap Mahfud.

"Nah, oleh sebab itu saya kira harus diproporsionalkan agar asas legalitas tidak dipertentangkan dengan fakta-fakta keluarnya perkap yang sudah dibuat oleh Bapak Kapolri," sambungnya. 

Mahfud juga menekankan bahwa dirinya tidak bicara sebagai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri.

"Maaf, saya tidak bicara atas nama anggota Komisi Reformasi karena anggota Komisi Reformasi Polri tidak boleh membicarakan hal-hal semacam itu sebagai pendapat resmi, tapi saya sebagai dosen hukum tata negara. Terimakasih," kata Mahfud.

Mahfud MD menilai Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan 2 UU, maka aturan Kapolri itu, menurutnya, tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya.

Topik:

mahfud-md kapolri aturan-polri